Tulis Ulang Sejarah Nusantara: Nanggroe Atjeh Darussalam (19)

Diposting oleh Undercover 999 on Jumat, 16 Januari 2015

Eramuslim.com – Inilah wujud nasionalisme rakyat Aceh yang sangat tinggi dalam mempertahankan keberadaan Republik Indonesia yang kala itu masih berusia sangat muda dan sangat lemah. Tidak berlebihan kiranya, tanpa solidaritas Muslim Aceh, pemerintah Republik Indonesia akan sangat sulit mempertahankan dirinya, bahkan tidak mungkin akan lenyap ditelan keganasan Belanda. Bung Karno pun saat itu menjuluki Aceh sebagai daerah modal bagi perjuangan Republik Indonesia. Bahkan dalam kunjungan permanya ke Aceh tahun 1948, kepada tokoh Aceh Teungku Muhammad Daud Beureueh, Bung Karno berjanji akan mendukung penerapan syariat Islam di seluruh wilayah Aceh. Sesuatu yang tidak lama kemudian dikhianatinya sendiri. Bung Karno Khianati Muslim Aceh Pengorbanan seluruh rakyat Aceh kepada Republik Indonesia sangatlah besar dan vital. Aceh sungguh-sungguh menjadi daerah modal, menjadi semacam gudang uang bagi pemerintahan pusat dalam menjalankan roda pemerintahannya dan mempertahankan diri dari gempuran Belanda. Nasionalisme rakyat Aceh sangat tinggi. Jasa rakyat Aceh bagi Republik Indonesia tak ternilai harganya. Tapi bagaimana balasan dari pemerintahan pusat kepada rakyat Aceh ketika Republik Indonesia sudah tegak berdiri? Pengorbanan rakyat Aceh yang amat besar dibalas oleh pemerintahan Jakarta dengan pengkhianatan dan kejahatan yang terorganisir, bahkan di beberapa tahun kemudian dilegalisir oleh undang-undang dan aneka peraturan formal lainnya. Sebelum menengok masa di mana Aceh sungguh-sungguh dilemahkan dalam segenap seginya oleh pemerintah pusat yang dikuasai kaum sekular yang berkomplot dengan kaum Islamophobia, maka ada baiknya kita menyimak apa yang dikatakan Bung Karno kepada Daud Beureueh saat berkunjung ke Aceh tahun 1948. Dalam dialog ini, Bung Karno selaku Presiden RI menyapa Daud Beureueh dengan sebutan “Kakak”: Presiden Soekarno             : “Saya minta bantuan Kakak agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata yang sekarang sedang berkobar antara Indonesia dan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.” Daud Beureueh                    : “Saudara Presiden! Kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat memenuhi permintaan Presiden asal saja perang yang akan kami kobarkan itu berupa perang sabil atau perang fisabilillah, perang untuk menegakkan agama Allah sehingga kalau ada di antara kami yang terbunuh dalam perang itu maka berarti mati syahid.” Presiden Soekarno             : “Kakak! Memang yang saya maksudkan adalah perang yang seperti telah dikobarkan oleh pahlawan-pahlawan Aceh yang terkenal seperti Teungku Cik Di Tiro dan lain-lain, yaitu perang yang tidak kenal mundur, perang yang bersemboyan merdeka atau syahid.” Daud Beureueh                    : “Kalau begitu kedua pendapat kita telah bertemu Saudara Presiden. Dengan demikian bolehlah saya mohon kepada Saudara Presiden, bahwa apabila perang telah usai nanti, kepada rakyat Aceh diberikan kebebasan untuk menjalankan Syariat Islam di dalam daerahnya.” Presiden Soekarno             : “Mengenai hal itu Kakak tak usah khawatir. Sebab 90% rakyat Indonesia beragama Islam.” Daud Beureueh                    : “Maafkan saya Saudara Presiden, kalau saya terpaksa mengatakan bahwa hal itu tidak menjadi jaminan bagi kami. Kami menginginkan suatu kata ketentuan dari Saudara Presiden.” Presiden Soekarno             : “Kalau demikian baiklah, saya setujui permintaan Kakak itu.” Daud Beureueh                    : “Alhamdulillah. Atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan terima kasih banyak atas kebaikan hati Saudara Presiden. Kami mohon (sambil menyodorkan secarik kertas kepada presiden) sudi kiranya Saudara Presiden menulis sedikit di atas kertas ini.” Mendengar ucapan Daud Beureueh itu Bung Karno langsung menangis terisak-isak. Airmata yang mengalir telah membasahi bajunya. Dalam keadaan sesenggukan, Soekarno berkata, “Kakak! Kalau begitu tidak ada gunanya aku menjadi presiden. Apa gunanya menjadi presiden kalau tidak dipercaya.” Dengan tetap tenang, Daud Beureueh menjawab, “Bukan kami tidak percaya, Saudara Presiden. Akan tetapi sekadar menjadi tanda yang akan kami perlihatkan kepada rakyat Aceh yang akan kami ajak untuk berperang.” Sambil menyeka airmatanya, Bung Karno berjanji, “Wallah, Billah, kepada daerah Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan Syariat Islam. Dan Wallah, saya akan pergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar dapat melaksanakan  Syariat Islam di dalam daerahnya. Nah, apakah Kakak masih ragu-ragu juga?” Daud Beureueh menjawab, “Saya tidak ragu Saudara Presiden. Sekali lagi, atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan hati Saudara Presiden.” Dalam suatu wawancara yang dilakukan M. Nur El Ibrahimy dengan Daud Beureueh, Daud Beureueh menyatakan bahwa melihat Bung Karno menangis terisak-isak, dirinya tidak sampai hati lagi untuk bersikeras meminta jaminan hitam di atas putih atas janji-janji presiden itu.[1] Soekarno dan Daud Beureueh


{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar